Jumat, 01 Juni 2012

Hikmah Silaturahmi

Rasulullah saw.bersabda: “Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah menyambung tali silaturahmi” (HR. Bukhori)
Silaturahmi adalah menyambungkan tali persaudaraan sesama kerabat dekat dan berbuat baik terhadap mereka, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Sitaturahmi sangat dianjurkan oleh agama. Kita juga dianjurkan bersilaturahmi terhadap sesama teman, mitra kerja, dan tetangga kita.
Silaturahmi dapat menepis dari kemiskinan dan kesengsaraan. Orang yang menjalin tali silaturahmi akan diluaskan rizkinya. Rizkinya melimpah tidak akan kekeurangan. Berkat silaturahmi pula, Allah akan menghilangkan berbagai kesulitan dari apa yang dihadapinya.
Melimpahnya rizki bukan saja di alami oleh orang yang berbuat baik, melainkan terhadap orang yang berbuat maksiat pun akan tetap rizkinya berkembang dan bertambah. Itulah keberkahan silaturahmi.
Selain itu, silaturahmi juga kan mendatangkan umur panjang. Artinya umurnya akan bermanfaat, diisi dengan berbagai amal yang bermanfaat. Orang yang silaturahmi akan produktif, bermanfaat bagi orang lain, selalu diliputi oleh kesenagan dan kebahagiaan.
Orang yang sering bersilaturahmi juga akan banyak dikenang kebaikannya, walaupun orang tersebut telah meninggal. Selalu dibicarakan dan disebut-sebut oleh keluarganya. Inilah hikmah silaturahmi
1.   Diluaskan rezekinya
2.   Dikenang kebaikannya
3.   Dipanjangkan umurnya
4.   Khusnul khatimah
5.   Dicintai dalam keluarga
6.   Kunci masuk syurga
Wallahu’alam Bishshowwab




Rabu, 16 Mei 2012

Lima Perkara sebelum Lima Perkara

Lima Perkara sebelum Lima Perkara
Rasulullah saw bersabda: “Wahai Abu Dzar, manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara:
  1. Masa mudamu sebelum datang masa tuamu
  2. Masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu
  3. Masa kayamu sebelum datang masa miskinmu
  4. Masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu
  5. Masa hidupmu sebelum datang kematianmu
(HR. Al-Hakim dan A-Baihakqi)

Nasihat ini sangat berharga bagi kita. Senadainya selalu ingat akan nasihat ini niscaya kita akan hidup dengan hati-hati, jangan sampai terjebak kedalam kerugian dan penyesalan yang berkepanjangan. Waktu yang dikaruniakan Allah kepada kita merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Lima perkara itulah yang perlu diperhatikan agar memperoleh keberuntungan.

Masa Muda
Masa muda adalah masa yang sangat menyenangkan. Di mana kebanyakan manusia hanya mengisi dengan bersenag-senang tanpa mengingat akan akibat perbuatan yang dilakukannya. Ketika muda semua waktunya hanya diisi dengan mengumbar hawa nafsu untuk memperoleh kesenangan semata. Bersenang-senang boleh saja dilakukan akan tetapi harus menghiraukan aturan yang telah digariskan oleh Allah. Ketika umurnya mulai tua barulah sadar akan kekeliruan yang dilakukannya. Hal ini masih beruntung, karena kesadaran akan menimbulkan perbaikan.
Walaupun kesadaran itu terlambat, hal ini masih lebih baik daripada berakhir dengan penyesalan yang tidak ada akhirnya. Jika umur telah tua, akan sulit melakukan aktivitas yang banyak memakan tenaga. Maka manfaatkanlah masa muda ini sebelum datangnya masa tua.

Masa Sehat
Salah satu karunia Allah yang diberikan kepada hambanya adalah sehat. Nikmat ini sering terlupakan. Di kala datang sakit barulah terasa bahwa sehat itu nikmat. Di kala sakit semua makanan terasa pahit, badan lemah tidak berdaya. Apalagi menjalankan ibadah shalat, sungguh terasa berat. Mau wudhu saja terasa berat, malas menyentuh air. Masa sehat inilah yang perlu kita manfaatkan agar segala aktivitas lebih berjalan semaksimal mungkin.

Masa Kaya
Nikmat lain yang dikaruniakan Allah kepada kita adalah harta. Di saat harta melimpah sering menyebabkabn manusia lupa diri. Kekayaan itu digunakan untuk mencari kesenangan hidup sendiri. Hawa nafsu telah membuat dirinya lupa daratan. Rasa empati terhadap kaum lemah terabaikan. Jangankan membantu, rasa iba pun hilang dimakan nafsu. Jangankan bersedekah, zakat pun dilalaikan. Dalam suatu keterangan disebutkan bahwa sedekah yang paling mulia adalah di saat kita membutuhkan. Perhatikanlah hadis berikut: Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah yang bagaimana yang paling besar pahalanya?” Beliau SAW menjawab, “Yaitu kamu bersedekah saat sehat, pelit, takut miskin dan berangan-angan untuk menjadi hartawan yang kaya raya.”(HR. Muslim).
Dalam pepatah Arab disebutkan: “Jika saat miskin tidak bersdedekah, maka saat kaya pun pastilah tidak akan bersedekah”. Karena pada dasarnya sifat manusia itu serakah. Seperti sabda Rasulullah saw: "Sekiranya manusia memiliki satu bukit berupa emas, maka ia menginginkan untuk memiliki dua bukit (emas). Dan tidak akan ada yang dapat memenuhi keinginan manusia kecuali tanah (setelah manusia dikubur). Dan Allah akan mengampuni siapa saja yang bertaubat kepadanya. (HR Bukhari). Di sinilah kita harus hati-hati, harta yang kita miliki kadang-kadang membawa petaka. Ingatlah kisah Tsalabah, bagaimana akhirnya?

Kamis, 08 April 2010

Mengutamakan Orang Lain

Sewaktu di pondok pesantren ( ribath ), Abdul Kadir dan kawan - kawannya pernah kehabisan uang. Selama 7 hari mereka tidak bisa membeli makanan. Mereka benar-benar kelaparan. Abdul Kadir berkata kepada kawan-kawannya, "Tetaplah disini, aku akan berusaha mencari makanan diluar. Jika Allah memberiku rezeki, aku akan segera kembali"
Ia lalu keluar pondok, berusaha mecari rezeki dari suatu tempat ke tempat yang lain, tetapi usahanya sia-sia. Ketika berada didepan masjid, keadaannya sudah sangat lemah, kakinya hampir tak dapat lagi menopang tubuhnya.
“Lebih baik aku tidur di dalam masjid ini. Jika Allah memang mentakdirkanku meninggal, aku akan meninggal dirumah-Nya", katanya dalam hati. Ketika ia tengah berbaring menunggu ajalnya, tiba-tiba datang seorang lelaki memasuki masjid. Lelaki itu duduk, membuka bakalnya lalu makan di dekat Abdul Kadir.
“Lelaki itu tidak mengajakku makan bersama" keluh Abdul Kadir di dalam hatinya. Nafsunya ingin segera terbang menyambar makanan itu tanpa menunggu tawaran dari si lelaki. Namun, ia bertahan. Ia merasa lebih baik mati daripada makan sebelum ditawari. "Mari makan bersamaku", ajak lelaki itu tiba-tiba. Abdul Kadir merasa senang dan segera bangkit mendekati jamuan.
"Sudah delapan hari aku dinegeri ini mencari seorang anak bernama Abdul Kadir Al Jaelani. Namun, hingga hari ini aku belum menemukannya. Ibunya menitipkan kepadaku uang 8 dinar. Bekalku telah habis, maka hari ini aku mengambil satu dinar dari uang titipan itu agar dapat meneruskan pencarianku". Abdul Kadir menunggu sampai lelaki itu selesai bicara.
"Aku Abdul Kadir Al Jaelani, orang yang selama ini kamu cari, Jelasnya. "Benarkah itu ? Kamukah Abdul Kadir Al Jaelani ?" tanyanya tak percaya. " Ya, " jawab Abdul Kadir. Setelah terdiam beberapa saat, lelaki itu kemudian berkata, "Tadi kamu adalah tamuku, namun sekarang aku menjadi tamumu. "
Setelah mereka selesai makan, Abdul Kadir berkata, "Berikanlah 7 dinar sisanya kepadaku, dan simpanlah untukmu sisa dari satu dinar yang telah kamu belanjakan" Abdul Kadir segera pulang ke pondok dan menyerahkan uang itu kepada teman-temannya, "Ambil uang ini dan belanjakanlah semuanya untuk keperluan kalian. "
Perhatikanlah zuhud dan itsar yang ditunjukkan si kecil Abdul Kadir Al Jaelani. Allah memberinya rezeki 7 dinar, namun beliau tidak menyisakan sepeser pun untuk dirinya. Semuanya ia infakkan, padahal ia sangat membutuhkan.
Sumber:
http://www.annurulkassyaaf.org/


Senin, 29 Maret 2010

Berdakwah Kepada Penguasa

Renungkanlah firman Allah kepada Nabi Musa dan Harun saat diutus menuju Fir’aun (yang artinya): ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thoha: 44)
Merupakan kewajiban atas para da’i untuk memperhatikan batasan-batasan syariat, dan menasehati pemimpin mereka dengan ucapan yang baik, bijak serta dengan cara yang baik pula, agar kebaikan itu bertambah banyak dan kejelekan semakin berkurang.
Dan agar da’i kepada jalan Allah bertambah, semakin giat untuk berdakwah dengan cara yang baik, bukan dengan kekerasan, menasehati para pemimpin dengan segala cara yang baik dan selamat, serta mendoakan mereka di tempat yag terpisah: semoga Allah memberi hidayah kepada mereka, menunjukkan dan membantu mereka kepada kebaikan. Dan semoga Allah menolong mereka untuk dapat meninggalkan kemaksiatan yang mereka lakukan, serta menegakkan kebenaran.
Imam Syafi’i ra. berkata: “Barang siapa menegur saudaranya dengan cara tersembunyi, maka ia telah menasehati dan menghiasinya, dan barang siapa yang menegur saudaranya dengan cara terus terang di hadapan khalayak, maka ia telah membeberkan aibnya dan menjelek-jelekkannya.”
Pada suatu saat dinyatakan kepada Mis’ar bin Qidaam rahimahullah: “Sukakah engkau kepada orang yang memberitahukanmu tentang aib/kekuranganmu? Beliau menjawab: “Bila ia menyampaikan nasehat kepadaku di tempat sunyi, maka saya akan menyukainya, dan bila ia menegurku di hadapan khalayak ramai, niscaya aku tidak akan menyukainya.”
Al Ghazali, mengomentari perkataan Mis’ar bin Qidaam dengan berkata: “Sungguh ia telah benar, karena sesungguhnya nasehat yang disampaikan di hadapan khalayak ramai adalah penghinaan.” (Ihya’ ‘Ulumuddin 2/182)
Bila hal ini berlaku pada perorangan, maka lebih pantas untuk diindahkan ketika kita hendak menyampaikan nasehat kepada para penguasa, pejabat pemerintahan, atau pemimpin suatu negara.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara maka janganlah ia menyampaikannya secara terbuka (di hadapan umum -pen) akan tetapi hendaknya ia mengambil tangan sang penguasa dan berdua-duaan dengannya (empat mata). Jika sang penguasa menerima (nasehat) darinya maka itulah (yang diharapkan-pen), dan jika tidak (menerima) maka ia telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya.” (Riwayat Ahmad, At-Thobrooni, dan Ibnu Abi ‘Ashim, dan Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilaalul Jannah)
Syaikh Utsaimin pernah ditanya, “Kenapa anda tidak menegur pemerintah dan menjelaskan hal itu kepada masyarakat?” Maka beliau menjawab, “…Akan tetapi nasehat telah disampaikan… sungguh demi Allah!!! Aku beritahukan kepada engkau (wahai fulan), dan aku beritahukan kepada saudara-saudaraku bahwa sikap: “Mempublikasikan sikap anda yang telah menyampaikan nasehat kepada pemerintah mengandung dua mafsadat/marabahaya:

Mafsadat pertama: Hendaknya setiap orang senantiasa mengkhawatirkan dirinya akan tertimpa riya, sehingga gugurlah amalannya
Mafsadat kedua: Bila pemerintah tidak menerima nasehat tersebut, maka teguran ini menjadi hujjah (alasan) bagi masyarakat awam untuk (menyudutkan) pemerintah. Akhirnya mereka akan bergejolak (terprovokasi) dan terjadilah kerusakan yang lebih besar.” (Dari kaset as’ilah haula lajnah al-huquq as-syar’iyah. Sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abdul Malik Ramadani dalam Madarik an-Nazhor hal 211)
Diantara metode berdakwah kepada para penguasa ialah dengan cara mendoakannya agar mendapatkan petunjuk dari Allah Ta’ala, bukan malah mendoakan kejelekan untuknya.
Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Seandainya aku memiliki suatu doa yang pasti dikabulkan (mustajabah) niscaya akan aku peruntukkan untuk penguasa, karena baiknya seorang penguasa berarti baiknya negeri dan rakyat. (Siyar A’alam An Nubala’ oleh Az Dzahaby 8/434)
Seorang pengikut sunnah Nabi mestinya bergembira tatkala mengetahui bahwa metode dalam menasehati pemerintah ternyata telah dijelaskan dengan gamblang oleh Nabi SAW: “Sebaik-baik jihad adalah perkataan adil (yang diucapkan) di sisi penguasa yang jahat.” (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Hakim & Al Albany)
Pada hadits ini, tidak ada sama sekali dalil yang menyebutkan bahwa penyampaian nasehat ini disampaikan di hadapan khalayak ramai, atau dari atas podium, atau yang serupa. Bahkan terdapat satu isyarat bahwa nasehat ini disampaikan secara langsung dihadapannya, oleh karena itu beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yg artinya): “di sisi/di hadapan seorang penguasa yang jahat“.
Dengan demikian hadits ini amat menyelisihi perbuatan banyak orang yang sok berpegangan dengan hadits ini, kemudian berorasi di mana-mana dengan menyebutkan berbagai kritikannya kepada pemerintah, atau dengan berdemontrasi, atau yang serupa. Sebab ia menyampaikan nasehat bukan di hadapan penguasa, akan tetapi di hadapan masyarakat, sehingga yang terjadi hanyalah kekacauan, keresahan dan jatuhnya kewibawaan pemerintah di hadapan masyarakat. Dan bila kewibawaan pemerintah telah jatuh, maka para penjahat, pencuri, perampok, dan orang jahat lainnya akan semakin berani melancarkan kejahatannya.
Seorang pengikut sunnah Nabi mestinya adalah orang yang semangat dalam menjalankan metode-metode yang diajarkan Nabi. Maka sungguh sangat menyedihkan jika kita mendapati seorang yang mengaku sebagai “Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah” kemudian malah mencari metode-metode lain yang tidak diajarkan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu sikap menghujat pemerintah baik di mimbar-mimbar atau di ceramah-ceramah atau melalui demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan di jalan-jalan sangat bertentangan dan bertolak belakang dengan metode yang digariskan oleh Rasulullah SAW
Wallahu’alam Bishshowab
Sumber: www.muslim.or.id

Jumat, 26 Maret 2010

Cara Meningkatkan Keimanan

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, saat ditanya apakah iman bertambah dan berkurang.
Beliau menjawab : “Iman bertambah sampai mencapai bagian tertinggi dari surga ketujuh. Dan iman juga menurun sampai mencapai bagian terendah dari lorong-lorong tambang di perut bumi".
Begitulah Iman, banyak penyebab yang bisa menaikkannya, memperkuatnya, dan membuatnya tumbuh berkembang, sebaliknya banyak penyebab pula yang menurunkan, melemahkan dan meruntuhkannya.
Iman yang bertambah kokoh laksana akar pohon yang kuat menghunjam tanah, menopang batang yang menjulang subur, rindang, dan berbuah lebat, memberi keteduhan dan banyak manfaat. Sedangkan Iman yang turun merapuh akan mengotori jiwa, menjauhkan keadilan dan mendekati kedzaliman, menimbulkan kegersangan dan banyak kerusakan.
Selayaknyalah orang-orang beriman memperhatikan sebab-sebab naik turunnya iman, karena akan berpengaruh terhadap kemanfaatan hidupnya di dunia dan keselamatannya di akhirat kelak. Insya Allah, buku dalam genggaman anda ini dihadirkan untuk memenuhi harapan tersebut. Di dalamnya dijelaskan secara rinci penyebab naik turunnya iman pada seseorang, serta amal-amal memperkuat tumbuh dan berkembangnya iman dalam jiwa seorang muslim. Dikisahkan pula perilaku para sahabat dan salafus shalih dalam menjaga keimanannya.
Berikut ini beberapa cara yang dapat meningkatkan keimanan kita.
  1. Membaca dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an. Dengan begitu akan membuat hati tenang dan damai. Untuk mendapatkan manfaat yang lebih, anggap Allah sedang berbicara dengan kita. Manusia digambarkan dalam beberapa kategori di dalam Al-Qur'an; pikirkan kategori manusia seperti apa kita.
  2. Menyadari kebesaran Allah Swt. Semuanya berada dalam kendali-Nya. Terdapat banyak tanda-tanda kebesaran-Nya yang bisa kita saksikan. Semua yang terjadi merupakan kehendak-Nya. Allah Swt. melihat dan mencatat segala sesuatu, bahkan seekor semut hitam yang berada di bebatuan hitam di dalam malam yang gelap gulita tanpa sinar bulan tetap akan terlihat dan dicatat.
  3. Berusahalah untuk menambah pengetahuan, setidaknya sesuatu yang dasar dalam hidup kita misalkan bagaimana berwudhu yang benar. Mengetahui makna di balik nama-nama Allah dalam asmaul husna. Orang yang bertaqwa adalah mereka yang berilmu.
  4. Menghadiri majelis-majelis yang di dalamnya berisi kegiatan untuk mengingat Allah. Dalam majelis seperti itu kita akan dikelilingi oleh para malaikat.
  5. Kita harus memperbanyak perbuatan baik. Satu perbuatan baik akan diikuti oleh perbuatan baik lainnya. Allah Swt. akan mempermudah jalan bagi seseorang yang melakukan perbuatan baik. Perbuatan baik harus dilakukan secara terus menerus bukan cuma sesekali saja.
  6. Kita harus takut akan kematian; mengingat mati akan membuat kita takut untuk berbuat kesenangan.
  7. Mengingat beberapa tingkatan akhirat, contohnya ketika kita di dalam kubur, ketika kita diadili atau ketika kita di surga atau neraka.
  8. Berdoa, sebagai realisasi bahwa kita membutuhkan Dia. Tundukkan diri kita dan jangan iri terdapat sesuatu yang berbau materi yang ada di dunia ini.
  9. Cinta kita kepada Allah Swt. harus ditunjukkan dalam bukti nyata. Kita mengharap Allah akan menerima semua ibadah kita, dan menghindarkan kita dari berbuat dosa. Sebelum tidur, kita harus merenungkan perbuatan baik apa saja yang telah kita lakukan pada hari ini.
  10. Menyadari dampak dari dosa dan ketidaktaatan- kadar keimanan seseorang akan meningkat dengan cara berbuat baik dan kadar keimanan kita akan menurun apabila berbuat maksiat. Semua yang terjadi merupakan kehendak-Nya. Ketika musibah menimpa kita- itupun berasal dari Allah Swt. Dan merupakan akibat langsung dari ketidaktaatan kita kepada-Nya.
Wallahu’alam Bishshowab
Sumber: http://www.Islamway.com

Selasa, 23 Maret 2010

Ketika Doa Tidak Terkabul

Daripada Abu Hurairah telah berkata : Sabda Rasulullah s.a.w yang artinya : Sesungguhnya Allah itu Maha Baik tidak menerima melainkan sesuatu yang baik. Dan Sesungguhnya Allah telah memerintah para orang yang beriman sama dengan apa yang telah Dia perintah dengannya terhadap para rasul. Maka firmanNya yang artinya : Wahai rasul-rasul makanlah kamu daripada makanan yang baik (halal)…dan firmanNya lagi yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman makanlah kamu daripada makanan yang baik apa yang dianugerahkan kepadamu(halal)…. Kemudian Rasulullah s.a.w menyebut tentang seorang pemuda yang bermusafir dalam perjalanan yang jauh, hal rambutnya kusut masai, mukanya berrdebu di mana dia mengangkat tangan ke langit: Wahai Tuhanku…wahai Tuhanku… sedangkan makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram..Dan dia dibesarkan dengan memakan makanan haram maka bagaimana Kami mau mengabulkan doanya. (HR.Muslim)
Ibrahim bi Adham ra berkata ketika masyarakat bertanya kepadanya mengenai firman ALLAH SWT. “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan kuperkenankan bagimu“. Mereka berkata,” Kami telah berdoa, tetapi belum juga dikabulkan“.
Maka Ibrahim r.a. menjawab, “Sebab hati kalian sudah mati dari sepuluh perkara“.
1. Kalian mengenal ALLAH SWT. tetapi kalian tidak menunaikan kewajiban-kewajibanya.
2. Kalian membaca Al-Qur’an namun kalian tidak mengamalkannya.
3. Kalian mengaku sebagai musuh syaithon tetapi kalian mengikutinya.
4. Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah SAW namun kalian meninggalkan sunnahnya.
5. Kalian mengakui takut neraka namun kalian tidak berhenti di berbuat dosa.
6. Kalianmengakui bahwa kematian itu benar adanya namun kalian tidak bersiap-siap menghadapinya.
7. Kalian mengaku cinta syurga tetapi kalian tidak beramal untuk mendapatkannya.
8. Kalian sibuk melihat keburukan orang lain, dan lupa melihat keburukan diri kalian sendiri.
9. Kalian memakan rezeki dari ALLAH SWT tetapi kalian tidak mensyukurinya
10. Kalian mengubur mayat-mayat , namun kalian tidak mengambil pelajaran darinya.
Wallahu’alam Bishshowwab